Beli iPhone Bisa, Nabung Nggak Bisa? Kenapa Kita Lebih Prioritaskan Gaya Hidup?

**Denpasar, Bali** - Setiap tahun ada model iPhone baru. Dan setiap tahun pula, antrean preorder membludak. Lucunya, banyak dari mereka yang rela mencicil 12 bulan, bahkan menjual gadget lamanya, demi upgrade lifestyle. Sementara itu, saat ditanya, “Sudah punya dana darurat?” atau “Sudah punya tabungan untuk masa depan?”, jawabannya sering: “Belum sempat, gaji pas-pasan.” Jadi, kenapa kita sering lebih siap beli barang mewah daripada menyisihkan uang untuk hal penting? ## Gaya Hidup vs Kebutuhan Finansial Masalah ini bukan soal besar kecilnya gaji. Banyak orang berpenghasilan tinggi tapi tetap hidup dari gaji ke gaji. Penyebabnya adalah prioritas. Gaya hidup jadi kebutuhan utama, sedangkan menabung dan investasi dikesampingkan. Pola ini disebut **lifestyle creep** — saat penghasilan naik, pengeluaran juga naik untuk gaya hidup, bukan untuk kestabilan finansial. ## Faktor Psikologis di Balik Prioritas Gaya Hidup 1. **Social validation**: Gaya hidup = status sosial. Kita ingin terlihat 'sukses', meskipun belum benar-benar aman secara keuangan. 2. **Dopamin instan**: Belanja memberikan rasa senang cepat, sedangkan nabung = menunda kesenangan. 3. **Lingkungan sosial**: Teman nongkrong, kantor, atau keluarga bisa memengaruhi standar konsumsi kita. 4. **Kurangnya edukasi finansial sejak dini**: Tidak tahu pentingnya menabung sejak awal, jadi sulit membangun kebiasaan. ## Dampaknya Jika Terus Dibiarkan - Tidak punya dana darurat - Tidak siap pensiun - Terjebak utang konsumtif - Panik saat ada krisis atau kebutuhan mendesak - Tidak bisa ambil peluang (seperti investasi, beli rumah, memulai usaha) ## Studi Kasus: Gaji Besar, Tabungan Nol Anton, seorang karyawan swasta dengan gaji Rp12 juta per bulan, selalu terlihat stylish. iPhone terbaru, langganan gym premium, nongkrong tiap akhir pekan. Tapi saat mobilnya mogok dan butuh biaya servis Rp3 juta, ia harus pinjam ke teman. Ia menyadari bahwa selama 2 tahun kerja, ia tidak punya tabungan sama sekali. ## Bagaimana Mengubah Mindset Gaya Hidup Konsumtif? 1. **Kenali Pola Belanja Kamu**: Lacak pengeluaran sebulan penuh dan lihat ke mana uangmu lari. 2. **Buat Target Keuangan**: Tabungan Rp10 juta, dana darurat 3x gaji, pensiun di usia 50. 3. **Gunakan Prinsip 50/30/20**: 50% kebutuhan, 30% keinginan, 20% tabungan/investasi. 4. **Ganti Mindset dari 'Aku Layak' jadi 'Aku Perlu?'** 5. **Rayakan dengan bijak**: Sesekali belanja boleh, tapi jangan dijadikan kebiasaan impulsif. ## Tantangan Terbesar: Media Sosial Instagram, TikTok, YouTube penuh dengan gaya hidup glamor. Tanpa disadari, kita membandingkan hidup kita dengan 'highlight' hidup orang lain. Akibatnya, kita merasa harus ikut standar yang tidak sesuai dengan kondisi keuangan sendiri. ### Menjadi Gaya Hidup Finansial Sehat - Beli barang mahal? Boleh, asal sudah punya dana darurat dan bebas utang konsumtif. - Nongkrong di kafe? Boleh, tapi jangan sampai lebih mahal dari tagihan listrik. - Cicil HP? Bisa, asal cicil juga reksadana dan dana pensiun. Mulailah dari hal sederhana seperti menggunakan budgeting app, ikut tantangan menabung 52 minggu, ikuti akun edukasi finansial, atau ngobrol soal uang dengan teman yang suportif. Kesimpulannya, gaya hidup boleh, tapi jangan lupa masa depan. Gaya hidup bukanlah musuh. Tapi ketika gaya hidup mengalahkan keamanan finansial, saat itulah masalah dimulai. Kalau kamu bisa mencicil iPhone, kamu juga bisa mencicil tabungan. Kalau bisa nongkrong tiap minggu, harusnya bisa transfer ke reksadana juga. Ingat, uang bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk lima, sepuluh, bahkan tiga puluh tahun ke depan. Jangan cuma kelihatan mapan di luar, tapi kosong di rekening. *Kreator: I Made Dwi Hita Darmawan, S.Ak., M.Sc.* ***[PENGUMUMAN: Pendaftaran Mahasiswa Baru Gelombang 3 Resmi Dibuka, [klik di sini] (https://lp.primakara.ac.id/) sebelum 31 Agustus 2025. Kuota: 75 Mahasiswa Baru]***

explore more
primakara university

360 Virtual Tour

Ikuti Virtual Tour

Penerimaan mahasiswa

Penerimaan

Berita & Kegiatan

Lihat Berita